Selamat sore! Hari ini hari pertama berpuasa bagi umat Islam yang menjalankannya. Saya memulai puasa lebih awal sehari, seperti Muhammadiyah dan beberapa ulama yang menggunakan metode hisab dalam penentuan bulan Ramadhan. Ah, sudahlah kalau perbedaan mulai puasa Ramadhan ini dibahas lagi tidak akan ada habisnya, yang jelas alhamdulillah bulan suci penuh berkah ini telah tiba :D
Sore ini sore yang sendu, langit terlihat kuyu kelabu paska menurunkan hujan tadi siang. Saya sedang menanti kajian rutin Selasa sore yang biasa diselenggarakan ibu kost di musholla kost dan teringat masih banyak pe er saya. Salah satunya khatam revisi bulan Juli ini, salah duanya menyelesaikan buku-buku yang tidak kunjung saya selesaikan (padahal tiap hari khatam baca temlen tuitter), salah tiganya masih banyak pengalaman yang belum terketik di blog cupu ini.
Bulan Mei lalu, tepatnya tanggal 11 Mei 2013, saya sempat berkunjung ke Dieng dalam rangka melaksanakan janji hiking cantik. Awalnya sih yang mau berangkat sebanyak 13 orang, si ini si itu bla bla bla~ Satu kejadian yang saya ingat sekali, tau sendiri rasanya saat kita ingin ikut mengadakan acara untuk bersama, lalu kita bantu woro-woro dan mengajak teman terdekat dan teman terdekat itu mengajak teman dekatnya dan teman dekatnya mengajak teman agak dekatnya lagi dan berakhir ribet. Ribet ijin lah, ribet jadwal lah yang pada H-2 membatalkan rencana, mereka gak ikut, dan semua keribetan itu sia-sia. Kita hanya bisa tersenyum. Hal semacam itulah yang terjadi pada saya ---- dan Adank, terjadi lagi, kejadian serupa saat akan berangkat ke Merbabu Februari lalu terulang kembali.
Akhirnya kami hanya berangkat berenam. Saya, Adank, Deak, dan Sindy berempat dari Jogja, motoranlah dan Masros bersama princessnya, Bontang menyusul dari Kebumen, tempat di mana Masros tinggal dan sekaligus tempat Bontang akan menjadi princess Kebumen :3, rencana hati ingin bertemu di sana, di basecampnya gunung Prau. Namun, Monika berkata lain. Kenapa pulalah gue? Iye, kemampuan memetakan jalan di otaknya Monika parah sekali, berkali-kali nyasarin tiga temen saya itu. Entahlah mereka marah atau tidak, yang jelas sudah ndak enak sekali rasanya. Terlebih lagi hari itu sepanjang sore hujan turun terus dan Monika gak ingat-ingat jalannya.
Kami berenam bertemu di alun-alun Wonosobo, makan malam --- penyetan dengan sambal aneh yang bikin maag saya kambuh dan langsung menuju Dieng. Memang dasar perjalanan aneh, entah jin mana yang menggendoli, sudah nyasar-nyasar dan kemalaman di jalan, motor Masros yang baru seminggu lalu dibawa ke kaki basecamp pendakian Sindoro kehabisan oli. Satu motor mati. Dibawa jalan sekian ratus meter. Mati lagi. Begitu terus sampai di Dieng. Lelah, kedinginan, gak tau letak basecamp gunung Prau di mana. Kami beristirahat --- pura-puranya tidur di musholla di Dieng, masih kawasan Kailasa. Rencana hati awalnya ingin mengejar sunrise di gunung Prau akhirnya ludes karena waktu sudah menunjukkan pukul 1 malam, acara masih dunia lain di trans 7 sudah hampir selesai.
Sepakat melupakan sunrise di gunung Prau, kami pagi buta sehabis kedinginan semalaman, menuju bukit Sikunir berhubung Deak dan Sindy belum pernah ke sana, sunrise paling mudah, Sikunir. Jangan tanya saya dan Bontang sudah naik Sikunir berapa kali. Lebih dari 5 kali, sampai lupa. Sunrise pagi itu tidak seindah biasanya, ditambah dengan keramaian bukit Sikunir yang sudah seperti pasar :|
Sunrise pagi itu
Adank, Monika, Bontang, adek (tua) Deak
Sindy, Deak (guess who's younger, you'll surprise!)
Anak gadis; Sindy, Monika, Annisa (Bontang aja, ya)
fyi, itu yang di belakang Sindoro
Telaga Cebong
Full Team; Deak, Monika, Sindy, Masros, Bontang, Adank
Turun Sikunir, kelaparan. Kami sarapan di warung makan yang terletak di parkiran Telaga Warna, mahal sih, tapi mau gimana lapar :| Sehabis isi perut, baru deh cari bengkel buat isi oli motornya Masros.
Dari Dieng kami turun, ternyata gunung Prau kalau mau naik dari Dusun Patakbanteng bisa dan itu belum sampai di Diengnya, bawah lagi. Di sana ada basecamp, tapi cukup menipu. Basecampnya terletak di sebelah masjid, kebetulan banyak rombongan dengan warna kaus sama, rame banget, semacam ada pembagian carica gratis buat turis. Kami goler-goler di basecamp sambil menunggu nama kami dicatat oleh mas-mas basecampnya.
Kami naik diantar sampai tangga terakhir di kampung Patakbanteng itu. Patakbanteng merupakan desa yang paling cepat untuk mendaki gunung Prau, untuk pendakian dengan kecepatan normal hanya 3 jam dan kami mendaki dengan waktu sekitar 1,5 jam - 2 jam. Memang jalan menanjak tanpa ampun, melewati ladang-ladang, becekkan pipa air ladang lepas di jalan setapak ladang. Karena pendakian siang hari tentu mudah lelah, tapi faktor utama lelah karena kami kurang tidur dan karena maag saya sempat kambuh, saya tidak bisa makan banyak paginya, tapi untungnya hanya membawa tas ransel mini :3
Gunung Prau yang memiliki ketinggian 2.565 Mdpl ini memiliki padang bunga daisy, dandelion, dan bukit teletubbies yang luaaaaas, sepanjang mata memandang ketika sudah tiba di dataran tingginya, perjalanan di setapak dengan kanan kiri padang bunga daisy, dandelion, dan naik turunnya bukit-bukit hijau. Aduh, seperti di dunia peri :3
Bukit-bukit teletubbies dan anak gadis
Padang dandelion
Padang bunga daisy
Full team :)
Kami mencari puncak tertingginya di mana, tapi yang terlihat hanyalah bukit-bukit teletubbies, selayaknya dataran tinggi. Kami goler-goler lagi, istirahat, dan ngemil di atas dengan menikmati Telaga Warna, Kawah Sikidang, pelataran candi Arjuna yang bisa dilihat dari tepian gunung Prau.