Tahan Amarah yang Mudharat Itu

Selamat malam! Di luar sedang hujan. Allahuma Shayyiban Naafi'a, semoga hujan ini membawa berkah bagi kita umat Islam, aamiin. Minggu-minggu menjelang deadline pengumpulan draft skripsi di mana saya seharusnya panik. Ya, seharusnya. Hari dimulai dengan skripsi, guling-guling di kamar, dan beres-beres kamar tiada akhir. Saya harus keluar rumah minimal sehari sekali untuk memastikan saya masih hidup dan orang lain masih bisa melihat saya. 

Sore itu damai diwarnai dengan langit yang kelabu dan angin mengirim sinyal akan menurunkan berkahNya berupa hujan. Saya pulang menuju kos Muslim dan Muslimah, asik, di Condong Catur agak tepatnya. Musibah memang tidak kenal waktu, tidak peduli kapan dan di mana, tidak peduli cepat ataupun sebentar, siapa dan atau siapa saja bisa menyebabkan musibah itu terjadi. Saya mengendarai motor dengan santai kecepatan tidak sampai 15km/jam. Kalau kata salah seorang teman saya, "kamu sombong sih, karena selalu gak pernah jatuh dari motor". Yaa, mungkin ada benarnya kalimat teman saya itu. Saya terlalu santai di atas motor sehingga sedikit lengah dan lalai dalam memperhatikan jalan yang berakibat fatal. Mobil city car berwarna putih yang tadinya terparkir di kiri jalan ternyata bergerak maju, saya diklakson dan kaget dan banting motor ke kanan, tapi ternyata si empunya mobil tidak menghentikkan laju kendaraannya paska meng-klakson saya. Berakhirlah saya menabrak tanaman dan tembok orang dan jatuh ke arah kiri mengenai bemper kiri pojok si mobil. Shock. Itu hal pertama yang dirasakan anak gadis ini, di saat saya mengendarai motor jauh antar kota dengan kecepatan anak laki-laki, tidak sedikit juga menabrak apalagi sampai jatuh. 


Otak saya berputar, saya harus bicarakan hal ini baik-baik. Namun, takdir berkata lain. Bukan, bukan tiba-tiba mobil itu berubah menjadi kereta kencana berbentuk labu lalu seorang Cinderella bersepatu kaca dan ibu Perinya keluar dari situ. Tapi, seorang anak laki-laki yang sedikit tidak asing wajahnya keluar dari mobil itu. Etika. Etikanya ketika seorang pengendara mobil melihat pengendara motor yang dia tabrak jatuh bersama dengan motornya, saya yang juga sebagai pengendara mobil akan berpikir "Apa orang yang jatuh ini baik-baik saja?" "Apa orang ini tubuhnya tertabrak mobil saya? Atau dia tubuhnya tertimpah motornya saat jatuh dan tidak bisa berdiri?" Memang bubuk peri dewi fortuna tidak selalu bersama saya. Si pengendara mobil turun mobil dan yang saya tangkap pertama kali adalah --- dia mengkhawatirkan mobilnya, keadaan mobilnya yang mungkin mobil baru dengan plat tahun 2016. Mengkhawatirkan kendaraannya wajar, kok, siapa sih yang rela mobilnya lecet? Namun, hal yang menurut saya pribadi sangat tidak etis adalah beliau yang laki-laki turun mobil lalu marah-marah kepada saya yang perempuan yang bahkan saya belum berdiri paska jatuh itu. Boro-boro mau nanya keadaan saya, bantuin berdiriin motor saya. Beliau langsung marah-marah di saat saya bahkan masih menggelepar di atas jalanan paving dan tertimpa motor. Oke. Orang ini juga mungkin sama dengan saya, beliau shock.

Tuhan, ajari saya marah-marah. Saya tidak bisa marah-marah di depan orang lain, tidak mudah diprovokasi. Saya hanya membela diri yang sedikitnya itu salah saya juga. Beliau meminta ganti rugi atas bempernya. Sebenarnya sih bempernya ga ada bonyoknya, hanya lecet, kebaret, dan cat motor saya yang berwarna hitam, putih dan pink itu ngelupas dan nempel di bempernya. Masya Allah, saya gak sekali melihat bemper mobil yang bermasalah dan masalah yang seperti itu sepengetahuan sayang tidak perlu sampe dicat ulang full. Sepertinya sih beliau berpikir "pengecatan" di mobilnya. Saya bukan ingin membandingkan karakter orang. Dari pengalaman yang sudah-sudah, di mana kendaraan besar pasti dan harus mengalah dengan kendaraan yang lebih kecil. Bahkan bapak-bapak saksi di sekitar tempat kejadian pun menyarankan kami ke polisi saja, karena kalau di kantor pun si pengendara kendaraan yang lebih besar pun yang akan dipersalahkan. 

Di luar hal lumrah tersebut, apa beliau tidak berpikir, anak perempuan orang lain beliau marah-marah, luka-luka yang saya derita, kerusakkan motor yang saya alami. Sorry to say, saya luka-luka dan memar di bagian tangan dan rangka body motor saya juga pecah terkena bemper mobilnya beliau and shamefully, he arrested my KTM (Kartu Tanda Mahasiswa). I'm not someone who could be provoked easily, hold back my emotion easily, yet it's still difficult to let something hurts me go. 

Ternyata beliau adalah penghuni kost yang sama dengan saya, beliau di bagian rumah kost anak laki-laki. 

Sebenarnya ini masalah etika. Etika. Etika pengendara kendaraan lbh besar terhadap yg kendaraan kecil. Etika laki-laki terhadap perempuan. Marah-marah itu kegiatan mudharat banget. Gak ada buah baik dari kegiatan satu itu. Katanya sih menahan amarah itu sulit, tapi ternyata lebih sulit lagi itu ikhlas. Butuh belajar jauh lebih banyak lagi ini. Amarah yg dilampiaskan kepada orang lain itu bisa berbuah luka hati. Gak ada jaminan itu gak berbekas. Apalagi untuk kesan pertama.

Ya, saya menjadi skeptis untuk kesan pertama yang seperti itu. Spontanitas? Tindakan yang seseorang ambil dalam keadaan spontan adalah karakter asli dari orang tersebut. Saya ingat sekali langkah angkuh dan meremehkan di atas jalanan paving keras sore itu. Hey, mas, saya juga pengendara mobil. Janganlah sombong, saya juga pernah melihat hal dan goresan semacam itu di kendaraan (dari orang tua) saya.


Hal yang patut sekali saya syukuri dan ucapkan terimakasih adalah masih banyak orang yang membela saya yang tidak terlalu pintar melawan ini. Terima kasih untuk bapak-bapak sekitar yang menjadi saksi dan membela saya. Terima kasih untuk ayah saya yang sore ini baru saya dengar selama 22 tahun ini beliau bisa marah seseram itu begitu mendengar anak gadisnya dimarahin orang karena masalah materi sepele oleh orang lain. Terima kasih untuk mas-mas kost yang turut menenangkan saya via socmed twitter, yaa walaupun sebenarnya saya kurang suka hal-hal semacam ini diberitakan kemana-mana yang ternyata beliau telah bercerita ke teman kost yang laki-laki. Tapi allhamdulillah semua berakhir damai, walau luka hati sudah terlanjur ada. Ya, saya harus belajar ikhlas. Sulit. Tapi bukan berarti tidak bisa, 'kan. :)

Oh, ya. Saya merusak rekor saya tidak pernah jatuh ataupun tabrakkan saat mengendarai motor di Jogja. Tidak pernah membuat lecet kendaraan sendiri tapi malah membuat lecet mobil orang lain :D


Yasudahlah. Kejadian sore ini banyak hikmahnya. Selalu memperhatikan jalan saat berkendara. Jangan mau dimarah-marah sama orang lain, harus belajar marah, nih. Ah, tapi kegiatan marah-marah semacam itu patut dihindari, kegiatan mudharat yang Allah tidak suka. Hey, I wanna be a big girl, 'aight? Lantas, kenapa harus gak ikhlas? :(